Penyelesaian Konflik Batas Desa

Penyelesaian Konflik Batas Desa

Batas Desa merupakan pemisahan batas wilayah Administrasi Desa secara tegas di Lapangan.  Kejelasan batas wilayah tersebut menjadi patokan setiap wilayah dalam mengelola segala urusan administrasinya. Batas desa adalah salah satu contoh penegasan batas dalam skala kecil namun sangat penting, karena batas desa merupakan batas awal dimana akan mempengaruhi batas-batas lainnya seperti batas kecamatan, batas kabupaten dan Provinsi. Batas desa umumnya akan dapat diterima oleh semua pihak apabila didukung oleh dokumen otentik berupa peta batas daerah dan tanda fisik di lapangan barupa pilar tanda batas.

Pemerintah desa melaksanakan kewenangan masing-masing dalam lingkup batas daerah yang ditentukan, artinya kewenangan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa tidak boleh melampaui batas daerah yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Permendagri nomor 45 tahun 2016 tentang edoman penetapan dan penegasan batas desa, disebutkan bahwa Batas Desa adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti igir/punggung gunung/pegunungan, median sungai dan unsur buatan dilapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Penetapan dan penegasan batas Desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu Desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.

Sumber konflik batas Desa yang paling sering terjadi adalah tumpang tindih kepemilikan atau penggunaan lahan pertanian (ladang, sawah atau kebun) antar desa dan kurang kuatnya hubungan antara kelompok masyarakat oleh karena sejarahnya. Sumber konflik lain adalah sumber daya alam yang bernilai tinggi, berupa batu bara, hasil hutan nonkayu, seperti sarang burung atau gaharu, dan potensi kayu. Karena mengharapkan keuntungan besar dari pemanfaatan sumber daya alam (misalnya, ganti rugi tanah atau fee) masing-masing pihak berusaha untuk mengubah kesepakatan letak Batas Desa sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Bisa juga dengan memanfaatkan ketidak tahuan dari desa tetangga. Misalnya sebuah desa mendaftarkan batas desa nya ke Kabupaten. Mestinya pihak Kabupaten harus terlebih dahulu menanyakan kesepakatan batas dengan desa tetangga kepada Desa yang akan mengajukan batas desanya.Pada kenyataannya sering lupa atau memang pejabatnya “kurang” menguasai persoalan. Dengan demikian batas desa jadi legal tetapi sebenarnya “cacat” secara hukum. Maka konflikpun terjadi.

Solusi Penegasan Batas Desa Bermasalah

Solusi untuk permasalahan seperti ini sebenarnya secara teknis tidaklah susah. Sesuai Permendagri No 76 Tahun 2012 tentang Penegasan Batas Daerah. Yang diperlukan adalah adanya Peta Kerja Kartometerik. Peta Kerja dalam metode Kartometrik ini adalah Peta kerja yang dapat menghasilkan kenampaan dua serta tiga dimensi terkait wilayah batas Desa pada peta kerja tersebut. Dengan kata lain peta kerja ini mampu menghadirkan kondisi lapangan yang sebenarnya secara tiga dimensi di ruang rapat sehingga para pihak dengan mudah melihat dan dapat menetapkan batas kesepakatan yang mereka inginkan.

Baca Juga  :  Kemiskinan Yang MengInspirasi

Apa sebenarnya Metode kartometrik itu? Mengacu kepada Permendagri No.76 tahun 2012, metode Kartometrik adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran  / peng hitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Dari pengertian ini, untuk penelusuran dan penarikan garis batas serta pengukuran dan perhitungan posisi (koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah. Jelas untuk itu terlebih dahulu harus disiapkan peta kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar  (peta RBI) sebagai acuan dan peta-peta atau  informasi geospasial lain seperti citra satelit, landsat, spot dll.,  sebagai pendukung.

Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja  yang akan digunakan dalam pelacakan  untuk mencapai kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan dan digunakan untuk menentukan koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta dasar yang memadai baik dari aspek skala maupun ketelitian dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut.

Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis  dan dokumen teknis. Dokumen yuridis  meliputi  peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan dan dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak. Dokumen teknis  meliputi peta dasar (peta RBI)  dan informasi geospasial lainnya (citra satelit, peta tematik) yang dijadikan sebagai dasar pembuatan peta kerja yang akan digunakan untuk pelacakan batas.

Peta Kerja Kartometrik ini memerlukan perangkat lunak seperti  : ESRI ArcGIS Desktop ; Global Mapper; Google Earth ;Spectral Transformer Tool Sets for Landsat-8 Imagery (GeoSage)

Proses Pengolahan  Citra dilakukan dengan tahapan Pre-processing , processing Citra  dan bahkan hingga analisisnya atau pelacakan diatas peta kerja. Secara sederhana bisa kita tuturkan bahwa pada proses ini terdapat tahapan pre-processing dan prosesing citranya sendiri, dengan langkah langah sebagai berikut; Loading image; Citra mentah (raw image) berupa format citra diproses secara digital geoprocessing (image processing), seperti, format bit (16 sd 32 bit), format data (Geotiff, BILL, BSQ dll). Kemudian di koreksi radiometrik citra, process untuk mengurangi efek kesalahan akibat radiometri, seperti haze atmosfer, kesalahan strip data image dll.

Kemudian dilakukan koreksi geometri citra yakni penyesuain sistem koordinat citra terhadap sistem koordinat nasional (WGS 84).  Metode yang dimaksud cukup dengan model image to map register, dengan peta RBI skala 1 : 5000  sebagai master correction. Karena diperlukan juga untuk kontrol vertikal (ketinggian), diharapkan juga citra terkoreksi terhadap data ketinggian. Data ketinggian yang dimaksud cukup menggunakan data SRTM yang memadai. Sehingga output citra final berupa citra yang terkoreksi baik secara horisontal maupun vertikal (Ortho Rectified Imagery).

Pada tahap Processing Citra, adalah prosesing pada citra yang sudah terkoreksi (ORI) dan itu dilakukan dengan tahapan lewat  Cropping image (ROI) sesuai lokasi kegiatan; Overlay data citra dan data kewilayahan; dan Analisis untuk updating segmen batas wilayah berbasis citra. Dalam tahapan pekerjaan prosesing Citra ini bisa mempergunakan berbagai Software terkait prosesing yang diperlukan seperti : Global Mapper 11, Argis 10.1, Google earth, Spectral Transformer Tools untuk Landsat-8 Imagery (GeoSage) dll.  Proses data citra didahului dengan melakukan Penggabungan (pembuatan Mosaik) peta RBI untuk seluruh liputan batas Desa yang akan di tegaskan Batasnya. Hal ini dilakukan dengan penyusunan liputan peta sesuai dengan nomor Lembar peta (NLP) dibutuhkan atau sesuai corridor batas.

Tahapan berikutnya adalah melakukan buffering terhadap segmen koridor batas yang dibutuhkan. Proses buffering dilakukan dengan memanfaatkan software misalnya dengan Argis. Proses ini dilakukan dengan mengikuti pemberian indeks segmen corridor batas sesuai kode wilayah sebagaimana yang diberikan oleh PPBW-BIG dan sekaligus akan menetapkan jumlah segmen koridor batas sesuai dengan ketentuan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah ditetapkan. Dari proses buffering ini diperoleh sejumlah segmen koridor batas ( sesuai Peta segmen koridor batas).

Untuk memperkaya atau memperlihatkan lebih jelas keadaan lapangan yang sebenarnya, maka dilakukan proses pemodelan baik dalam 2 ataupun 3 dimensi yang dilakukan dengan memanfaatkan Citra yang ada. Prosesing ini lebih sederhana karena berbagai data citra yang ada sudah dalam bentuk jadi (matang), dengan demikian prosesnya lebih sederhana dan lebih cepat.

Penyelesaian Perselisihan Batas Desa

Secara teknis sebenarnya permasalahan Batas Desa tergolong sangat sederhana, tetapi persoalannya para pihak sudah datang dengan perhitungannya sendiri-sendiri. Masalah Batas yang sebenarnya bisa dengan jelas dapat dilihat pada Peta Kerja di Ruang Rapat serta bisa di cekkebenarnnya di lapangan, tetapi menjadi ruwet karena para pihak sudah terpola pikirannya. Apalagi sudah dapat masukan dari para pendukung yang juga punya kepentingannya masing-masing. Secara Undang-undang masalahnya juga sudah di atur dengan baik, kuat dan mengikat. Misalnya seperti pada. Permendagri No 76 Tahun 2012 yang pada intinya penyelesaian sengketa atau perselisihan batas bisa dilakukan diatas peta secara Kartometrik serta memberikan penekanan secara lebih tegas dan kuat kepada Pemda Provinsi ( Gubernur) sebagai perpanjangan tangan Mendagri di daerah. Revisi tersebut kembali memberi penekanan sesuai amanat penyelesaian perselisihan batas daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 198, yakni :

Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kab/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

Baca   Juga   :  Membangun Tim Sukses Pilkada

Apabila terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kab/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kab/Kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.. Juga ditegaskan jangka waktu dan mekanisme yang lebih jelas.

Secara tegas Permendagri No 76 Tahun 2012 memberikan arah yang jelas pada Penyelesaian Perselisihan oleh Gubernur, yakni terdapat pada Pasal 26 :

Gubernur melakukan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dengan mengundang rapat bupati/walikota yang berselisih.

Bupati/walikota yang berselisih memaparkan kondisi riil wilayah yang dipermasalahkan dan melakukan pertukaran dokumen dalam rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Untuk mengikat waktu permendagri No 76 tahun 2012 itu mengamanatkannya lagi pada Pasal 27 Yakni:

Gubernur mengundang bupati/walikota yang berselisih dalam rapat kedua paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah rapat pertama dalam hal tidak tercapai penyelesaian.

Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Diperkuat lagi pada Pasal 28; yakni :

Gubernur mengundang bupati/walikota dan Tim PBD Pusat dalam rapat ketiga untuk memfasilitasi penyelesaian perselisihan dalam hal tidak tercapai penyelesaian perselisihan dalam rapat kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

Gubernur memutuskan perselisihan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Apabila Gubernur tidak dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menyerahkan proses selanjutnya kepada Menteri Dalam Negeri.

 Pada Pasal 29 hal itu diperjelas lagi dengan :

Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 bersifat final.

Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Surat Gubernur.

Surat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian dari penyusunan Peraturan Menteri tentang Batas Daerah.

Pada pasal 30 upaya mempercepat penyelesaian tersebut diperkuat lagi, lihat selengkapnya isi pasal 30 yakni:

Dalam hal ada pihak yang tidak hadir dalam rapat dan/atau tidak melaksanakan tindak lanjut hasil rapat, maka pihak yang tidak hadir dan/atau tidak melaksanakan tindak lanjut hasil rapat dianggap telah sepakat.

Di susul oleh Pasal 31, yakni :

Gubernur melaporkan hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 kepada Menteri dilampiri dengan berita acara selesainya perselisihan yang ditandatangani oleh bupati/walikota yang berselisih.

Sebagai kata kunci pengikat waktu dapat dilihat pada Pasal 32

Penyelesaian perselisihan batas daerah antar kabupaten/kota dalam satu provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan paling lama enam bulan setelah rapat pertama penyelesaian perselisihan dilaksanakan. Tapi memang demikianlah tipikal perseleisihan Batas Desa, tidak berbeda dengan batas-batas lainnya. Susah di kompromikan dan hanya fokus pada kepentingannya sendiri-sendiri

Ketika Tugu Batas Di Geser
Ketika Tugu Batas Di Geser

Melihat Pilkada KalseL 2020 Dari Strategi SunTzu

Melihat Pilkada KalseL 2020 Dari Strategi SunTzu

Oleh Harmen Batubara

Sebagai pemerhati Pilkada terlebih lagi dengan memakai Strategi SunTzu kita juga terkesan dengan perjuangan para peserta Pilkada Kalsel. Berbagai upaya yang bisa kita lihat di permukaan, terlihat adanya semangat yang konsisten dari masing-masing pihak untuk  bisa menghadirkan Pilkada yang lebih baik, meski kita juga tahu bahwa masing-masing pihak juga akan selalu memanfaatkan peluang yang ada demi ke untungan pihaknya masing-masing. Tapi semua itu telah berlalu dan Gubernur Patahanan tarnyata masih diberikan kesempatan oleh warga Kalimantan Selatan untuk meneruskan pengabdiannya. Ada yang patut kita kemukakan strategi SunTzu disini yakni : Mengenal lawan dan diri sendiri : Tahu kekuatan pasukan sendiri dan musuh maka anda akan memenangkan pertempuran;   Tahu kekuatan sendiri dan tak tahu kekuatan musuh maka kemungkinan anda menang hanya  separohnya; dan  Tidak tahu kekuatan sendiri dan buta dengan kekuatan musuh maka anda akan kalah. “Kenalilah musuhmu, kenalilah diri sendiri. Maka kau bisa memanangkan peperangan dalam 100 pertempuran tanpa resiko kalah. Kenali Bumi, kenali Langit, dan kau tidak akan terkalahkan”

Pilkada Serentak 2020 sesuai rencananya diselenggarakan pada 23 September 2020. Pilkada ini diikuti oleh 270 daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Kemendagri mencatat ada 107.531.640 penduduk yang berpotensi menjadi pemilih. Jumlah ini memecahkan rekor pilkada serentak dengan jumlah daerah terbanyak di Indonesia. Kementerian Dalam Negeri  menyebut ada 70 persen petahana berkompetisi di Pilkada 2020. Potensi ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN)  akan dipantau lebih ketat. Pelaksana Tugas Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik waktu itu mengatakan indikasi itu berawal dari temuan banyak calon petahana di pilkada tahun 2020. “Ada kurang lebih 70 persen. Nah, terhadap mereka-mereka ini kita lakukan pemetaan lebih detail, contoh terkait netralitas ASN,” kata Akmal saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Akmal menyebut Kemendagri akan fokus untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh para petahana. Khususnya terkait pengerahan ASN untuk pemenangan. Salah satu yang jadi perhatian Kemendagri adalah kemungkinan petahana mengangkat atau mencopot jajaran pemda untuk pemenangan. Karena itu. Kepala daerah tidak diperbolehkan mengangkat atau mencopot jajarannya enam bulan sebelum dan sesudah pilkada. “Tidak boleh petahana melakukan mutasi, kecuali mengisi kekosongan,” ucap Akmal.

Baca Juga  :  Formula Sukses Affiliate: Wujudkan Peluangmu

Dari berbagai Pilkada yang digelar untuk tahun 2020, maka kasus yang menarik dari Pilkada 2020 adalah Pertarungan tentang Patahana yang bisa bertahan di Kalimantan Selatan dan persaingan dua Patahana ( Bupati vs Wakil Bupati ) di Kabupaten Madina Sumut. Dua daerah ini jadi menarik karena Selisih perbedaan perolehan suara yang mereka dapatkan tergolong relatip kecil. Artinya persaingan kedua pasang kandidat memang berimbang dan saling berkejaran. Untuk KalSel hal ini menarik, karena sang penantang ternyata bisa mensejajarkan dirinya dengan Patahana. Jadi meski kalah tetapi ada pelajaran yang bisa dipetik dari sana. Di satu sisi ada keyakinan para pemilih akan beralih dari Patahana dan berbailk untuk mendukung Pendatang baru, tetapi faktanya justeru terbalik. Begitu juga di Kabupaten Madina, di prediksi Pak Bupati Patahana akan dengan mudah memenangkan Pertarungan, ternyata yang menang malah Patahana Wakil Bupatinya. Apakah ini melulu soal kualitas kepemimpinan atau cara berkampanye yang jadi kunci berhasilan? Kali ini kita hanya berkisah tentang Pilkada Kalsel. Mau Lihat Pilkada Madina Sumut Klik Disini.

Kalimantan Selatan melakukan Pilkada gubernur dan wakil gubernur pada pemilihan kepala daerah serentak 2020. Terdapat dua pasangan dalam kontestasi pilkada. Mereka adalah Sahbirin Noor-Muhidin yang mendapat nomor urut 1 dan Denny Indrayana-Difriadi Drajat nomor urut 2. Pasangan nomor urut 1 didukung oleh enam partai, yaitu Golkar, PDI Perjuangan, PAN, PKB, PKS, dan Nasdem. Total perolehan partai di kursi DPRD sebanyak 40 dari 55 kursi. Sedangkan, Denny-Difriadi diusung oleh empat partai, yaitu Gerindra, PPP, Demokrat, dan Hanura. Total suara di legislatif 15 dari 55 kursi.

Sahbirin merupakan calon patahana. Dia kali ini berpasangan dengan Muhidin yang merupakan lawannya pada pemilihan sebelumnya. Saat itu, Muhidin ikut kontestasi sebagai calon independen. Sementara, Denny merupakan akademisi, aktivis hukum dan antikorupsi. Dia pernah menjadi wakil menteri hukum dan hak asasi manusia periode 2011-2014. Wakil Denny, yaitu Difriadi adalah seorang pejabat daerah di Banjarmasin. Dia memulai karier sebagai Kabag Humas Pemda Batola hingga menjadi Wakil Bupati Tanah Bumbu untuk periode 2010-2015. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN), Sahbirin miliki sebesar Rp22,8 miliar dan Muhidin memiliki harta sebesar Rp674 miliar. Ini menjadikannya sebagai peserta pilkada terkaya. Sementara, Denny total kekayaan yang dimiliki sebesar Rp10,4 miliar. Sedangkan, Difriadi memiliki harta sebesar Rp 6,4 miliar.

Sesuai jadwal pada hari yang ditentukan itu,  maka dilaksanakanlah Pilkada di daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Diatas kertas, jelas Patahana memang didukung oleh koalisi Partai yang hidup dengan subur di Kal Sel. Juga bila dilihat dari berbagai perhargaan yang pernah diterima oleh Patahana selama ini. Rasanya sulit untuk melihat kekalahan Patahana. Tetapi ternyata hasilnya lain. Artinya meski Patahana menang, tetapi selisihnya tergolong kecil.  Hal itu terbukti dan terlihat dari Hasil Pilkada Pertama – Patahana hanya memenangkannya di Lima daerah Yakni : Kab Balangan ; 51.35% ; Kabupaten Banjar : 62.42%; Kab Barito Kuala: 61.77%; Kab TanahBumbu: 50.05%; Kabupaten Tapin: 57.82%  dengan Total : 50.24 %. Sementara Pasangan Denny-Difriadi, malah menang di Delapan Daerah, Yakni : Kab Hulu Sei Sel :57.19% ; Kab Hulu Sei Tengah:57.04%; Kab Hulu Sei Utara: 55.72%; Kab Kota Baru:55.92%;Kab Tabalong : 56.11%; Kab Tanah Laut:56.19%; Kota Banjar Baru : 56.46% ; Kota Banjar Masin:50.88% Total : 49.76%

Dengan selisih jumlah kemenangan sebesar 0.48 %, memang sulit untuk mengatakan bahwa Patahana masih di idolakan oleh warganya. Lebih pas rasanya untuk mengatakan bahwa warga sebenarnya sudah menghendaki Pemimpin yang baru, tetapi sayangnya Calon yang ada juga belum sepenuhnya mereka yakini atau percayai apakah nantinya juga akan lebih baik dari Patahana. Bagi para petarung baru atau Pasangan Deny-Difriadi  jelas dan curiga, serta merasa pasti ada yang anggak beres dalam proses pilkada ini. Mereka kemudian menemukan berbagai “kejanggalan” dan kemudian secara resmi mengajukan Keberatan ke Mahkamah Konstitusi. Kisahnya diperpendek, maka MK kemudian menetapkan adanya Pemungutan Suara Ulang Susulan. MK kemudian menetapkan adanya Pemungutan Suara Ulang di beberapa TPS., dengan rincian sebagai berikut : Pemungutan suara ulang di TPS di Satu Kecamatan di Kota Banjarmasin ;  semua TPS di 5 Kecamatan di Kabupaten Banjar, dan 24 TPS di Satu Kecamatan di Kabupaten Tapin.  Pemungutan Suara Ulang ditetapkan pada tanggal 9 Juni 2021, artinya ada rentang waktu selama lebih kurang 6 bulan. Secara logika kedua kontestan bisa “memanfaatkan waktu yang tersedia”, tentu sesuai dengan aturan yang berlaku Untuk memenangkan pasanganya masing-masing. Bagaimanakah kedua pasangan yang saling berlomba ini bisa memanfaatkannya terpulang pada kemampuannya masing-masing. Kita tidak masuk pada strategi masing-masing.

Baca  Juga  :  Pilkada DiTengah Pandemi

Namun perlu diketahui, sesuai peraturan KPU (PKPU), menurut Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel Erna Kasypiah[1], PSU ini tidak ada tahapan kampanye bagi pasangan calon. Hal ini perlu dipatuhi para pasangan calon dengan tetap jaga iklim kondusif  hingga pelaksanaan PSU yang dijadwalkan pada tanggal 9 Juni 2021 dapat berjalan lancer dan sesuai UU. Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan akan mengaktifkan lagi Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang akan mengkaji segala pelanggaran pemilu.

Mereka memintak agar semua pasangan calon beserta Tim Suksesnya harus menjaga iklim kondusif  pada tahapan PSU ini sehingga tidak menimbulkan kegaduhan atau saling lapor. Begitu pula di media sosial, kedua kubu agar tidak kampanye dan tidak saling serang, apalagi buat kampanye hitam. Kendati pada tahapan PSU ini belum ada petunjuk teknis. Bawaslu akan melakukan tindakan termasuk menertibkan kampanye hitam dan sejenisnya di media sosial, termasuk sanksi bagi pelanggarnya. Idealnya memang Bawaslu punya Panitia Pengawas di masing-masing Kecamatan hingga kelurahan/desa supaya pengawasan lebih maksimal di lapangan. Tetapi itu tentu tergantung adanya dana.

Jadi yang kita lakukan dalam melihat pertarungan Pilkada KalSel ini dengan cara melihatnya dari hasil perolehan suara yang mereka dapat pada Pemungutan Suara Ulang. Karena apa? Karena kita percaya masing-masing pasangan juga akan sangat hati-hati dalam memanfaatkan “waktu” yang ada. Sebab kalau salah langkah bisa kena tilang oleh KPU setempat atau malah juga bisa di adukan oleh warga yang memang sedang mencari kelemahan pada lawannya masing-masing.

Nah mari kita lihat Perolehan Suara pada Pemilihan Suara Ulang  – Patahana ternyata mampu memenangkan suaranya dari Lima menjadi di Enam daerah Yakni : Kab Balangan ;51.35% ; Kabupaten Banjar : 65.03%; Kab Barito Kuala : 61.77%; Kab TanahBumbu: 50.05%; Kabupaten Tapin: 56.78% ; Kota Banjar Masin: 53.42 Total : 51.17 %. Yang menarik dari Patahana ini, adalah dia mampu meningkatkan perolehan suaranya di Kabupaten Banjar dari 62.42% menjadi 65.09% atau naik 2.67%. Begitu juga di Kota Banjar Masin naik dari 49.12% menjadi 53.42% atau naik 4.3 %. Sayangnya Patahana justeru berkurang suaranya di Kabupaten Tapin dari 57.82% menjadi 56.78% atau berkuarang 1.04%. Namun demikian pada ahirnya Patahana bisa memperoleh jumlah Total Suara Jadi 51.17%.

Sebaliknya Pasangan Deny-Difriadi pada Pemungutan Suara Ulang ini, malah mengalami penurunan. Kalau pada Pilkada pertama mereka mampu memenangkan suara di delapan daerah, tetapi pada PSU perolehan suaranya berkurang jadi hanya bisa bertahan di tujuh daerah. Pasangan ini di Kota Banjar Masin mengalami penurunan dari 50.88% menjadi 46.58 % atau turun sebesar : 4.3%. Yang lebih menarik lagi, pasangan ini sama sekali tidak bisa menambah suaranya di Kota Banjar Masin dan Kabupaten Banjar. Di Kabupaten Tapin mereka bisa meningkatkan jumlah suara, sayang jumlahnya terlalu kecil yakni hanya sebesar 1.04%.  Bisa dilihat dari perolehan suaranya saat PSU dengan rincian sebagai berikut : Kab Hulu Sei Sel:57.19%; Kab Hulu Sei Tengah: 57.04%; Kab Hulu Sei Utara: 55.72%; Kab Kota Baru:55.92%; Kab Tabalong : 56.11%; Kab Tanah Laut: 56.19%; Kota Banjar Baru : 56.46%; Kota Banjar Masin: 46.58%  dengan Total Suara : 48.83%

Terkait hasil PSU ini Calon Gubernur Kalimantan Selatan Denny Indrayana kembali mencoba untuk menggugat hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kalimantan Selatan (Kalsel) ke Mahkamah Konstitusi. Seperti diketahui, Denny menjelaskan ada tiga alasan yang membuatnya melakukan pengajuan gugatan Pilkada Kalsel ke MK. Pertama, pengajuan tersebut adalah hak konstitusionalnya sebagai warga negara sekaligus peserta Pilkada Kalsel.Kedua, pengajuan gugatan tersebut sekaligus untuk meredam potensi konflik di Kalsel. Sebab, menurutnya, jalur hukum yang ditempuh akan mampu menjaga ketertiban dan keamanan ketimbang mengambil langkah-langkah nonhukum. “Kami tidak ingin terjadi instabilitas dan gangguan keamanan di Banua (Kalsel) kita,” kata Denny dalam saluran Youtube-nya, waktu itu selasa (15/6/2021). Ketiga, pengajuan gugatan Pilkada ke MK semakin menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berkompromi, negosiasi dan trandaksi dengan pihak petahana. “Amanat suara rakyat akan perjuangkan dengan cara yang benar dan konstitusional,” tegasnya.

Terkait gugatan ini Hakim MK[2] menyatakan perkara Nomor 146/PHP/GUB-XIX/2021 untuk Pilgub Kalsel tidak memiliki kedudukan hukum. “Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman Jumat (30/7/2021) yang disiarkan melalui youtube MK. MK juga menyatakan sah Keputusan KPU Provinsi Kalsel omor 37/Pl.02.6-Kpt/63/Prov/VI/2021 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Suara Pasca Putusan MK, bertanggal 17 Juni 2021. “Memerintahkan Termohon (KPU Kalsel) menetapkan pasangan calon terpilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Tahun 2020,” ucapnya.

Dengan demikian PSU pasangan petahana Sahbirin Noor dan Mudihin kembali mengungguli Denny Indrayana-Difriadi dalam pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan gubernur (Pilgub) Kalimantan Selatan (Kalsel) perolehan suara Sahbirin-Muhidin mencapai 51,2 persen. Pada ahirnya, kontestasi Pilkada Gubernur di Kalimantan Selatan ini secara resmi dimenangkan oleh Patahana. Sebagai pemerhati Pilkada kita juga terkesan dengan perjuangan para peserta Pilkada Kalsel. Berbagai upaya yang bisa kita lihat di permukaan, terlihat adanya semangat yang konsisten dari masing-masing pihak untuk  bisa menghadirkan Pilkada yang lebih baik, meski kita juga tahu bahwa masing-masing pihak juga akan selalu memanfaatkan peluang yang ada demi ke untungan pihaknya masing-masing. Tapi semua itu telah berlalu dan Gubernur Patahanan tarnyata masih diberikan kesempatan oleh warga Kalimantan Selatan untuk meneruskan pengabdiannya.

Strategi Sun Tzu Memenangkan Pilkada
Strategi Sun Tzu Memenangkan Pilkada

[1] https://www.antaranews.com/berita/2074462/duel-ulang-pilkada-kalsel-2020-sarat-dinamika-politik-yang-tinggi

[2] https://www.bawaslu.go.id/id/berita/mk-tolak-permohonan-hasil-psu-untuk-pilgub-kalsel-dan-pilbup-labuhanbatu

Kemiskinan Yang MengInspirasi

Kemiskinan Yang MengInspirasi

Oleh  : Harmen Batubara

Kemiskinan sebenarnya memberikan Manfaat besar bagi yang bisa mengambil manfaatnya.  Meskipun miskin itu sesuatu yang tidak enak, tetapi ia mampu memberikan manfaat yang tidak ternilai harganya. Sesungguhnya, sungguh menarik kalau kita meng eksplore kehidupan manusia yang merasa kurang beruntung. Manusia-manusia miskin. Pengalamanku mengatakan menjadi Miskin itu sesungguhnya adalah sebuah Kesempatan. Karena tidak semua orang bisa merasakannya. Boleh dikatakan hampir semua manusia bisa melewatinya. Tapi kenapa mereka tetap miskin? Ya itulah persoalannya. Karena mereka ternina bobokkan oleh kemiskinan itu sendiri. Mereka jadi terlena. Mereka tidak mencari jalan keluar dari kemiskinan itu. Sebagian dari mereka, memang karena tidak tahu jalannya. Mereka memang tidak tahu jalan kehidupannya. Sehingga mereka seolah-olah terlihat tidak punya Mau. Tidak jelas apa Maunya. Manusia yang tersesat ke kehidupan yang TIDAK DIA INGINI. Setiap Asa Bertabur Nikmat.

Setiap Asa Bertabur Nikmat
Setiap Asa Bertabur Nikmat

Prinsipnya adalah bahwa Apa yang Kita Pikirkan Akan menarik dan direspon oleh “alam sekitar kita” dan akan memberi respon secara langsung terkait apa yang kita Pikirkan. Masalahnya? Apakah kita bisa meyakinkan lingkungan Kita? Disitulah persoalannya. Kalau lingkungan sekitar mempercayai niat atau pikiran Kita maka jadilah Kita seperti apa yang Kita inginkan dan Sebaliknya.Jadi sederhananya. Ketika Kita menginginkan sesuatu, dan mengatakannya atau “mendeklarasikannya” dengan jelas.  Percayalah lingkungan di sekitar Kita akan berpartisipasi untuk mewujutkannya. Disini hukum atraksi ( Law Of Attraction”) akan fasilitasi “keinginan Kita dengan alam sekitar” untuk mewujutkannya buat Kita.

Sederhananya. Kalau anda punya keinginan sungguh-sungguh dan berusaha untuk itu? Maka percayalah “jagad Raya” atau alam ini akan membantuMu mewujudkannya. Misalnya kalau Anda mau keluar dari Belenggu Kemiskinan. Baca Buku “Setiap AsaBertabur Nikmat”. Buku yang berisi “Road Map” keluar dari Belenggu Kemiskinan. Lalu Deklarasikan NiatMu. Nyatakan dengan Tegas” bahwa Kau Ingin SukSes, Berhasil dan tidak mau Hidup Miskin. Percayalah Alam sekitar akan memberikan responnya.Jagad Raya akan membantuMu. Kalau Kau Yakin maka Alam pun akan Yakin Padamu dan Kau Pasti Berhasil.

Masih ingat dengan kisah Bob Sadino? Pria yang awalnya mau membuka “ Taksi Berkelas” dengan mobil Merci yang dia kemudikan sendiri? Sayangnya. Pada masa itu mobilnya tabrakan dan hancur? Kemudian dia terpaksa jadi Kuli bangunan dengan upah setara Rp 100 ribu perhari? Ya dia sungguh terpukul, dan mengalami depresi. Tapi untunglah, suatu hari sahabatnya memberi saran untuk mencoba terapi “pelihara ayam”. Maksudnya dengan membuat  kesibukan yang bermanfaat  baginya yakni dengan memelihara ayam, maka kesehatannya bisa pulih kembali. Ternyata cara itu berjalan baik, dan malah Bob Sadino bisa melihat peluang baru dari BERTERNAK AYAM. Bob Sadino mampu melihat peluang bisnis dari telur ayam. Tidak punya modal? Tidak jadi soal. Bob  menghubungi sahabatnya, Sri Mulyono Herlambang untuk mengirimkan 50 bibit Ayam broiler langsung dari Belanda. Bob yang pada saat itu, sama sekali masih asing dengan ketrampilan berternak ayam. Belajarnya hanya dari majalah. Tetapi ternyata bisa dan malah berhasil menjualkan telur ayamnya, mulai dari hanya hitungan biji perhari hingga jadi puluhan Kilo. Artinya dia bisa mengatasi permasalahan kemiskinannya ketika ia berhasil menghasilkan “telor ayam” puluhan kilo perminggu.

Saya ingin memperkenalkan salah satu  dari pendekar Kemiskinan itu. Saya suka Dahlan Iskan. Saya suka bukan karena keberhasilannya membangun Jawa Pos, atau karena keberhasilannya di dunia bisnis hingga jadi Menteri Negara. Dari penglihatan saya itu semua adalah efek samping dari keberhasilannya “menuntaskan kemiskinan” yang menderanya sejak lahir. Pergumulannya dengan kemiskinan berlangsung sejak dia lahir hingga menjadi “reporter” surat kabar lokal di Samarinda. Bayangkan, meski masih sebagai Reporter, tapi ia berhasil tercatat sebagai mahasiswa di dua universitas, IAIN dan Univ 17 Agustus dan juga berumah tangga.

Kemiskinan telah membuatnya bisa melihat dunia apa adanya. Kalau kau berusaha pasti ada hasilnya. Hasilnya? Ya tergantung kualitas usahamu. Kemiskinan telah membuatnya bisa memanfaatkan Kain Sarung menjadi sesuatu yang luar biasa. Dahlan kecil  sudah biasa dengan CUCI KERING. Maksudnya cuci dan tungguin hingga kering. Kalau lagi mencuci baju, sarung bisa dikemulkan pada badan atasnya. Kalau lagi mencuci celana, sarung bisa dijadikan bawahan. Kalau lagi cari sisa-sisa panen kedelai sawah  tetangga, sarung itu bisa dijadikan karung. Kalau perut lagi lapar dan dirumah tidak ada makanan, sarung bisa diikatkan erat-erat dipinggang jadilah dia pengganjal perut yang bersahabat. Kalau mau sholat jadilah dia benda yang penting untuk menghadap Tuhan. Kalau lagi kedinginan, jadilah dia selimut. Kalau sarung itu sobek masih bisa dijahit. Kalau ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa ditambal. Kalau tambalanya pun robek, sarung itu belum juga akan pensiun. Masih bisa dirobek sesuai kebutuhan. Bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung bantal dan bagian yang kecil bisa dijadikan popok bayi.

Dahlan telah selesai dengan kemiskinannya. Pengalaman telah memberinya segalanya, yakni keyakinan. Masa-masa tahun 1975 an, adalah masa-masa kehidupan Koran,  kegiatan jurnalisme dan KORAN KAMPUS tumbuh subur. Suatu masa yang memungkinkan “munculnya” anak-anak muda ke panggung nasional. Semua semangat menyatu di sana, ada aroma perjuangan, aroma profesionalisme, ada uang dan ada ketenaran. Setahun kemudian Dahlan sudah kembali ke Surabaya dan menjadi wartawan Tempo. Ia menemukan dunianya di sana. Sejak saat itu keberhasilan demi keberhasilan dia capai, nggak ada redupnya.

Berikut saya ingin juga memperlihatkan bagaimana seorang anak muda dari keluarga miskin dan sangat bersahaja tetapi ternyata dalam perjuangan hidupnya mampu keluar dari Jebakan kemiskinan itu sendiri dan menjadi kaya Raya dan jadi Menteri Negara di saat uasianya masih tergolong muda. Dialah Bahlil Lahadalia.

Baca Juga  :  Jadi Penulis Profesional ? Tulis Saja Dulu

Kini siapa yang tidak kenal Bahlil Lahadalia, SE., terlebih lagi setelah ia dilantik menjadi Menteri Investasi/Kepala BKPM oleh Presiden Jokowi pada 28 April 2021. Menteri dengan dengan harta 300 Milyar. Sungguh sebuah pencapaian yang tidak mudah. Kalau tahu jalan hidupnya maka anda akan lebih kagum lagi pada sosok pemuda ini. Bahlil Lahadilia lahir di Banda, Maluku pada 7 Agustus 1976. Ia anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Lahadalia dan Nurdjani. Leluhur ayah Lahadalia berasal dari Sulawesi Tenggara. Mereka merantau ke Kepulauan Banda, Maluku Tengah. Sedangkan ibunya, Nurdjani berasal dari Banda Neira, salah satu pulau di Kepulauan Banda, Maluku Tengah, Maluku.

Cara Membuat Website
Cara Membuat Website

Bahlil kecil menghabiskan masa sekolah dasar hingga pendidikan tinggi di wilayah timur. Ia menempuh sekolah dasar di SD Negeri 1 Seram Timur, kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah pertama di SMP Negeri 1 juga  di Seram Timur, Maluku. Kemudian keluarganya pindah ke Fak-Fak, Papua Barat. Bahlil kemudian  melanjutkan pendidikan di SMEA YAPIS Fakfak, Papua Barat.

Pemuda yang  memasuki masa remaja di Fakfak Papua ini justeru datang dari keluarga biasa  yang sangat bersahaja. Bisa dibayangkan. Bapaknya adalah seorang kuli bangunan dan ibunya juga ikut membantu keluarga dengan bekerja sebagai pembuat kue-kue jajanan sekaligus sebagai Tukang Cuci pakaian bagi beberapa tetangga di sekitar mereka.

Kalau dia ditanya awal mula jadi pengusaha dia malah mengatakan, sejak dari kecil saat SD dia sudah jadi “pengusaha” tetapi  sebagai penjaja kua, jualan kue yang dibuatkan mamahnya.  Itu terjadi bukan karena ke inginannya, tapi karena hal itu harus dilakukan  dan terpaksa dilakukan. Karena memang saat itu keluarganya,  nyaris tidak punya apa-apa, mamahnya terpaksa jadi tukang cuci atau laundry  di rumah tetangga. Ya sebagai spesialis cuci pakaian. Hal itu dilakukan untuk bisa membantu bapaknya yang bekerja sebagai  buruh atau kuli bangunan dengan gaji saat itu Rp 7.500/hari setara dengan Rp 100.000. saat ini.

Jadi keluarga dengan 8 orang bersaudara ini, awalnya 9, salah satu meninggal dunia, Bahlil adalah anak kedua. Jadi kondisinya memang sejak SD itu kalau  mau sekolah, ya harus bantu cari duit atau cari duit sendiri. Jadi dia jadi penjual kue, menjajakan kue dari apa yang mamahnya  buat, itu adalah bentuk keharusan. Keadaan menuntut nya harus melakukan sesuatu dan membantu keluarga nya  agar dapat hidup dan  mempertahankan kelanjutan hidup. Kalau nggak, nggak bisa bantu mamah dan keluarga saya, jelas tidak mungkin  adik-adik nya banyak.

Dalam kondisi seperti itulah kemudian dia bisa beli buku, bisa beli sepatu, bisa beli dan bermain kelereng dengan teman-temannya. Itu berlanjut terus sampai dengan SMP. Ketika saat  SMP, karena memang kondisi keuangan orang tua yang masih susah, dia pernah jadi  kondektur angkot. Jadi jualan ikan di pasar. Saat duduk di SMP kelas 3  dia juga pernah jadi pembantu excavator proyek saat musim libur sekolah. Malah ketika di SMEA, dia sudah punya SIM dan jadi sopir angkot. Lulus SMEA Bahlil berangkat ke Jayapura dan tinggal di asrama orang Fakfak.

Bisa dibayangkan bagaimana ia bisa keluar dari Fak-Fak untuk melanjutkan pendidikan? Ini adalah tipikal masalah bagi remaja Kampung yang ingin melanjutkan pendidikan tetapi tidak punya uang dan saudara di Kota tempat pendidikan itu berada. Dari caranya hidup selama ini, sebenarnya dia sudah memeiliki ketrampilan “cara hidup” di Kotanya, yakni kota Fakfak. Dihatinya dia sudah sangat PD ( percaya diri) bahwa sebenarnya dengan “ketrampilan” dan pengalaman hidup yang telah dipunyainya selama ini dia mampu hidup di Kota mana sajapun. Masalahnya dia lagi ngggak punya biaya untuk sekedar transportasi dan biaya pendaftaran untuk Kuliah. Tapi itupun dia percaya bisa mendapatkannya, itu sudah pasti. Masalahnya belum ketemu saja.

Baca Pula  :  Cara Meraih Satu Milyar Pertama Dari Bisnis Online 

Waktu itu dia putuskan berangkat ke Jayapura karena melihat teman-teman seangkatan nya pergi kuliah. Dia tahu, sebab teman-temannya memang sudah dari jauh jauh hari mempersiapkannya. Tetapi melihat teman-temannya pada berangkat. Dia lalu tertantang, kalau mereka bisa dan berani kenapa saya tidak? Dengan semangat seperti itulah Bahlil muda berangkat ke Jayapura. Soal nanti seperti apa? Ya bagaimana nantinya sajalah. Bahlil muda memilih berangkat ke Jayapura, karena pilihan itulah yang paling realistis. Keluarganya memang tahu kalau ia ke Jayapura tetapi hanya sebatas sebagai perantau bukan untuk Kuliah. Bahlil muda berangkat ke Jayapura. Saat itu dia hanya membawa ijazah, baju juga cuma punya tiga stel, ditambah SIM (Surat Izin Mengemudi). Dia berangkat tanpa Koper atau Tas, yang ada hanya KANTONG KRESEK. Dia naik Kapal Perintis, dari Fakfak ke Jayapura. Waktu itu lama perjalanan diperlukan waktu dua minggu baru tiba ke Jayapura, naik Kapal Perintis kan kondisinya juga sangat berbeda. Penumpang campur dengan kambing-kambing, kayu, keladi, sayur mayur dll semua campur baur.  Kapal Perintis saat itu memang demikian kondisinya. Tapi ya senang saja.

Bahlil ahirnya mendaftarkan diri ke perguruan tinggi Swasta. Di Akademi Keuangan dan Perbankan (Akubank) kini menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Port Numbay, Jayapura. Kehidupan baru pun harus dimulai. Alhamdulillah di dekat asrama ada Pasar. Pasar itu posisinya agak di dalam sekitar 70-100 meteran dari pinggir jalan. Jadi setiap jam 5 subuh dia sudah bangun lengkap dengan grobak, sebagai porter belanjaan. Yakni membawakan belanjaan para pengunjung pasar hingga ke pinggir jalan ke tempat angkot lalu lalang. Lumayan dari satu orang biasanya bisa dapat 200-250 rupiah. Pada hari berikutnya dia juga sudah siap dengan dagangan Koran lokal atau Koran Jakarta yang hari kemarin. Jual Koran juga ternyata menarik, minimal bisa beli makan sarapan hingga makan siang, bahkan kalau lagi untung kisa dapat sampai beli makan malam. Bahlil muda sudah bisa melihat peluang itu, memang tidak mudah tetapi jalannya sudah ada. Bahwa hasilnya tidak seberapa, tidak masalah.  Bahwa jalan seperti itu berat ya..benar benar berat..tapi ada jalan keluarnya.

Pengalaman hiduplah yang membuat ia bisa berintegrasi dengan lingkungannya. Masa-masa itu adalah tahun-tahun 97-98, dimana pemerintah Orde Baru mengalami keterpurukan ekonomi yang parah. Demonstrasi ada dimana-mana yang menuntu perbaikan. Bahlil muda terpanggil, ikut demo, disamping tetap cari makan sendiri dan biayai kuliah. Pada semester ke lima, Bahlil muda malah suda terpilih jadi Ketua Senat Mahasiswa. Pergerakan mereka ini bisa dikatagorikan masuk pada Angkatan 66. Menurut Bahlil mereka termasuk angkatan 66 di Jayapura. Jadi kalau disebut angkatan 66 Jayapura, ya mereka inilah pelakunya.  Semester 5 Bahlil sudah jadi ketua senat, setelah itu semester 6 dia mulai berpikir bahwa dia harus menghentikan kemiskinan ini. Waktu itu tekad nya mengatakan begini, kemiskinan harus distop. Kemiskinan ini paling tidak baik. Masih tahun itu juga, dia bersama-sama kawan kawannya mendirikan perusahaan keuangan berbasis IT., dia jadi Direkturnya dengan gaji bulanan 35 juta/bulan. Nggak kebayangkan? Tapi tiulah Bahlil muda, sejak saat itu dia terus membangun bisnisnya dan merambah keberbagai bidang. Bisnisnya melaju dan berkembang yang membuatnya kaya raya.

Penulis Profesional, Bahagia Dengan Tulisannya

Penulis Profesional, Bahagia Dengan Tulisannya

Oleh Harmen Batubara

Kalau secara “to the point” maka makna penulis professional itu, sebenarnya lebih merujuk kepada pekerjaan. Ya sebagai pekerjaan penulis Profesional yang sudah memasang tariff atas berbagai tulisan yang ia hasilkan. Disini  kepenulisan itu, sudah jadi komoditas professional yang ada kualitas, karakter dan lengkap dengan harganya. Pada hakekat sebenarnya, entah apapun perangkat keprofesionalismean pekerjaan anda, maka yang lebih penting adalah apakah anda bahagia dengan pekerjaan anda. Kalau anda senang dan bisa bahagia karenanya maka itu sudah cukup. Mau disebut sebagai penulis professional atau penulis saja, tidak akan buat perbedaan. Kalau tulisan anda sudah punya “trade mark” tersendiri serta punya komunitas yang jadi penggemarnya, maka itu saja sudah lebih dari Cukup.

Menulis Membuatku Bahagia
Menulis Membuatku Bahagia

Pernahkah terlintas dalam pikiranmu bahwa penulis terkenal, punya nama, kaya secara material dan hidup ala selebriti di berbagai dunia panggung? Tetapi sebenarnya mereka juga hanyalah penulis biasa saja. Penulis yang siapa saja sebenarnya bisa menuliskannya. Anda pasti ingin klarifikasi? Masa Sih? Cobalah perhatikan. Berbagai  tayangan live Show  di Televisi, terserah  apa genrenya, ada banyak  penggemar dan berhasil menghasilkan “bintang” bintang  tenar, kaya raya dsb dsb. Apakah tayangan atau show itu memang bagus? Nope! Belum tentu? Memang ada yang bagus tetapi lebih banyak lagi yang biasa-biasa saja. Lalu apa intinya? Ya lihatlah industeri yang melahirkan bintang dan mega bintang nya itu. Merekalah yang punya hajat, merekalah yang punya “selera” dan merekalah yang menentukan mana bintang yang Top dan mana yangTop sekali.

Baca Juga : Menjadi Penulis Pro Dengan Memanfaatkan Logika SEO

Nah di sanalah bedanya. Kalau banyak anak muda yang ingin jadi penulis Idola, berkarya, dan kaya raya maka jadilah bagian dari “pentas Show” yang diusung oleh industeri penerbitan. Bukan apa-apa. Karena begitu mereka berhasil menjadikan sebuah buku “Booming”, maka perhatikanlah hanya dalam hitungan minggu akan muncul lagi buku-buku baru yang lebih hebat, yang lebih “booming” dari yang sebelaumnya. Padahal hanya dalam tenggat waktu yang demikian terbatas?  Kapan Penulisnya bisa menuliskannya? Karena mesin industeri penerbitan itu bekerja, mereka mampu mendikte selera; anda kalau tidak membaca buku terbitan mereka, pasti anda tergolong kuno. Nggak tahu jaman, nggak gaya, nggak ngarus dst dst.

Hanya satu tindakan yang harus anda ambil. Membeli buku mereka, dan menyebut sang Penulisnya sebagai “penulis hebat, penulis cerdas” yang dilahirkan zaman. Kalau anda berani menyebut yang sebaliknya, maka anda pasti dibilang tidak punya akal sehat dan anda memang orang yang tidak bisa mengikuti zaman. Itulah dunia panggung. Industeri memang harus mampu membuat panggung- panggung yang melegenda. Tanpa itu rasanya sepi. Masalahnya? Apakah anda berada dalam “radar” mereka? Kalau tidak ya anda hanya akan jadi sekedar penulis professional. Memang tidak kaya sekali, tetapi anda layak hidup seperti para professional lainnya. Mungkin tulisan ini akan sedikit banyak bisa membantu anda untuk menjadi penulis professional.

Tahu Selera Pasar

Penulis Yang Tahu Selera Pasar   Tapi jangan salah persepsi, setiap segmen ( niche) mempunyai pasarnya sendiri-sendiri. Ada pasar yang ramai, tetapi hanya diminati oleh para pembaca yang menengah ke bawah. Sebaliknya ada juga segmen yang sebenarnya tidak banyak peminatnya, tetapi umumnya disukai oleh mereka yang punya daya beli. Dan banyak lagi ragamnya. Sekarang memang semua sudah ada “perangkat” atau “tool” yang bisa membantu anda. Anda bisa membaca selera pasar pada segmen yang anda suka lewat “Google” jelasnya “Google Keyword Planner” atau berbagai software yang memungkinkan anda tahu dengan benar, seperti apa sebenarnya “realitas” segmen yang akan anda kan tulis.

Baca Pula : Pengalaman Jadi Penulis Harian Koran Lepas 

Begitu anda happy dengan segmen yang akan anda tulis, maka lakukanlah Riset perihal segmen yang akan anda tulis. Riset di sini adalah lewat “dektop” publishing artinya riset lewat berbagai tulisan Online terkait segmen yang akan anda tulis tersebut. Ingat kalau melakukan riset, perhatikan obyek yang anda riset; pilih juga kredibilitasnya.  Anda harus telaten saat dimana anda memanfaatkan data apa adanya dan pada saat yang mana harus memilih data dari sumber-sumber yang punya kredibilitas. Misalnya dari kalangan penerbit atau harian yang sudah punya jam terbang puluhan tahun; dari data atau publikasi kalangan universitas ternama; serta publikasi yang bisa anda yakini kredibilitasnya. Kemudian yang juga tidak kalah menariknya.  Apakah nantinya anda dalam menerbitkan buku tersebut hanya mengandalkan pada para penerbit “Mayor” yang memang hidupnya hanya dari dunia penerbitan Buku? atau anda terbitkan sendiri lewat pola “Selfpublishing” yang memadukan website pribadi, website toko Online sendiri serta memanfaatkan website mall; seperti Bukalapak com, Tokopedia com, Lazada, Alibaba, Amazon com Dll. Anda bisa memanfaatkan berbagai media website anda sendiri dengan kombinasi website pro yang memang sudah ada di pasar yang bisa anda manfaatkan secara gratis.

Disiplin dan Mampu Memotivasi Diri

Seperti kata seorang sahabat, kalau masih menulis hanya dengan mengandalkan mood, pertimbangkan ulang cita-citamu untuk jadi penulis profesional! Karena bagaimanapun tak bisa hanya mengandalkan mood. Penulis yang profesional memperlakukan aktivitas menulisnya sebagai sebuah pekerjaan yang tetap harus dilakukan setiap hari, tanpa peduli mood dan situasi hati. Tak peduli habis patah hati, gagal ujian, atau baru saja bertengkar dengan pacar, atau isteri dan tak ada alasan untuk tidak menulis. Ada banyak hal yang orang lupa kalau melihat dunia seorang penulis. Ibarat rutinas seorang prajurit professional, menulis juga harus punya jadwal-jadwal yang sudah tersusun dan telah dipraktekkan dengan baik. Seorang prajurit kegiatannya dikerangkakan oleh waktu dan waktu. Jam 06.45 dia sudah harus apel pagi ( apel nya memang jam 07.00 tapi dia sudah harus di posisi apel 15 menit sebelumnya, itu berarti sudah harus bangun jam 04.30). Kegiatan Apel pagi diikuti dengan rutinitas senam pagi, dan nanti baru selesai jam 08.00 Kegiatan berikutnya sesuai dengan tugasnya masing-masing sampai Isoma ( istirahat Sholat makan siang) pada Jam 13.30. Kegiatan berikutnya sampai Jam 15.00. Diikuti Apel Siang.Jam 16.00-17.30 kegiatan ekstra;  Jam 21.00-21.30 Apel malam dst dst.

Dalam kerangka waktu yang seperti itulah mereka membina kesegaran atau kesemaptaan tubuh, ketrampilan bela diri, kemampuan profesionalnya dst dst. Kehidupan seperti itu sudah jadi suatu ritme. Dalam garis besarnya mereka mempunyai waktu –waktu yang bervariasi sesuai satuannya masing-masing. Yakni waktu untuk penugsan di lapangan; waktu untuk pendidikan ; dan waktu penugasan di satuan. Kalau di lapangan biasanya mulai dari 3 bulan-satu tahun penugsan; pendidikan biasanya tergantung jenis dan tingkatannya dengan durasi satu bulan-satu tahun. Dengan cara itulah mereka menempa diri hingga akhirnya jadi prajurit professional. Polanya bisa jadi tidak sama persis, tetapi seperti itulah garis besarnya. Saya tahu itu, karena saya ada di lingkungan itu selama 30 tahun.

Begitupulalah seorang penulis, dia harus mempu membuat kerangka kerjanya, kerangka cara dia meningkatkan kemampuan profesi kepenulisannya sendiri, dan juga menjaga kebugaran tubuhnya. Bisa dibayangkan kalau model penulis yang dalam satu hari bisa duduk di depan Laptop 6-7 jam disamping seruputan minum kopi. Kalau dia tidak menyediakan waktunya untuk melatih kebugaran tubuh minimal satu jam per hari. Maka percayalah dia akan tidak pernah sampai di sana (jadi penulis professional). Hanya dalam tubuh yang sehatlah maka akan muncul kemampuan menulis yang baik dan professional. Bahwa penulis itu selama ini dipersepsikan seperti kehidupan seniman, yang bekerja hanya kalau lagi mud, penuh sensasi dan berbagai atribut kesenimanan lainnya. Percayalah itu semua hanya sebuah persepsi yang keliru. Penulis professional itu justeru hidupnya penuh disiplin, bahkan melebihi disiplinnya seorang prajurit. Kenapa? Karena dia harus mampu mengatur jadwalnya sendiri. Mengatur strategi bagaimana ia mendapatkan penghasilan; bagaimana ia meningkatkan kemampuan profesionalnya dan menjaga stamina tubuhnya sendiri dan membina keluarganya.

Kesejahteraan Warga Papua Di Tengah Pembangunan

Oleh Harmen Batubara

Pembangunan itu membutuhkan infrastruktur lengkap dengan budayanya, mau tidak mau dia akan menggerakkan kehidupan warga yang ada. Apapun itu adanya. Persoalannya kalau warga itu masih dalam tahapan masyarakat peramu dan pemburu maka yang timbul adalah kehawatiran. Kehawatiran bahwa pembangunan itu justeru hanya akan menyingkirkan warga yang akan dibangun itu. Sesuatu yang sangat rasional. Hal seperti ini akan selalu berulang. Hal seperti itulah yang disampaikan Cahyo Pamungkas saat peluncuran buku Pembangunan, Marginalisasi, dan Disintegrasi Papua secara daring, Jumat (11/9/2020). Buku yang diterbitkan oleh Imparsial, TIFA, Forum Akademisi Papua Damai, dan Parahyangan Centre for Democracy and Peace Studies ini menggarisbawahi pentingnya dialog untuk menjembatani perbedaan persepsi tersebut.

Mensejahterakan Warga Papua Di Tengah Pembangunan
Mensejahterakan Warga Papua Di Tengah Pembangunan

Tidak ada yang baru di sana, kecuali persepsi orang atas ajakannya untuk “berdialog”. Entah apa maksudnya. Pembangunan itu memang pembawa perubahan, dan bagi mereka yang tidak bisa berubah pasti tertinggal dan ditinggalkan. Sepintas memang kejam, tetapi itulah kenyataan. Tidak ada pembangunan yang “TAYLOR MADE” sesuai dengan keadaan warganya, karena pembangunan itu adalah pembawa perubahan terbaru pada zamannya, perubahan zaman ke arah yang lebih rasional sesuai tuntutan zaman. Bagaimanakah pembangunan yang cocok untuk warga tradisional yang masih dalam tahap peramu dan pemburu? Pertama berdayakan warganya, dan teruskan pembangunan infrastrukturnya. Keduanya diserasikan. Sederhana dan tidak perlu mutar-muter.

Budaya Peramu dan Pendulang adalah sebuah pencapaian dalam bertranformasi. Budaya  cari makan secara meramu, berburu dan mendulang, menurut Koentjaraningrat masuk dalam unsur-unsur kebudayaan manusia universal. Masyarakat yang mendiami wilayah perbatasan dan pedalaman Papua masih menganut “budaya peramu dan pendulang”. Meskipun termasuk unsur kebudayaan universal, namun masih berada pada kualitas primitif dalam sistem hidup berkelompok yang kecil-kecil dan belum masuk dalam kategori unsur-unsur kebudayaan industrial atau kebudayaan modern yang menggunakan teknologi. Masyarakat Papua itu khususnya yang diperbatasan dan pedalaman baru sampai pada tahap peradaban transisi dari primitif menuju peradaban tradisional. Hal seperti ini, memerlukan strategi adaptasi.

Baca  Juga  :  Membangunan Perbatasan Berbudaya Papua

Seperti apa Budaya Papua dan bagaimana pula karakter kemiskinan di tanah Papua itu?[1] Karakter kemiskinan di Papua bersumber dari kultural atau budaya. Di Papua nilai sosial jauh lebih tinggi dari nilai ekonomi. Hampir setiap rumah di Papua bukan berisi keluarga inti, yaitu bapak, ibu dan anak. Setiap rumah berisi keluarga besar. Akhirnya gaji (pendapatan) tidak cukup untuk kebutuhan sebulan. Sistem budaya mengkondisikan bapa ade, ipar, mertua tinggal bersama; belum lagi acara adat yang melibatkan seluruh keluarga besar dengan biaya yang besar juga. Hasil pertanian yang seharusnya memiliki nilai ekonomi yang besar, akhirnya menjadi tidak berharga, karena kerabat hasil pertanian ,dibagi bagikan akhirnya menjadi tidak mencukupi.

Menjadi orang Papua miskin di pegunungan tentu lebih sederhana bila dibandingkan dengan orang Papua miskin di daerah perkotaan.  Sebab meski tidak punya uang di pegunungan sepertinya tidak jadi persoalan. Karena yang jualan juga tidak ada. Berbeda dengan di Kota, semua serba harus beli. Bisa anda bayangkan hidup di kota tanpa uang di tangan. Untuk sekedar makan masih bisalah ngutang di warung tetangga, tetapi begitu ada yang sakit atau dapat musibah? Dunia jadi gelap. Untung sekarang  di era Jokowi sudah ada BPJS, sudah ada kartu Pintar dan Kartu Sehat. Masalah seperti ini tentu berlaku di kota-kota seluruh Indonesia. Kalau di Bandung atau Jakarta, mereka masih bisa cari uang kontan lewat apa saja; misalnya jadi tukang pacul musiman. Mereka bawa pacul dan pergi ke kota, ada saja yang memerlukan jasanya. Satu minggu kemudian pulang ke kampungnya dan bawa uang.

Membangun warga Papua asli sebenarnya sama maknanya dengan menjadikan warga Papua yang masih hidup dengan pola Meramu dan Berburu (Mendulang) di daerah perbatasan, pedalaman dan warga pekerja serabutan di perkotaan. Mereka membutuhkan sesuatu yang bisa menghasilkan lewat bertani (di pedesaan_ dan punya ketrampilan di perkotaan). Intinya sesungguhnya warga miskin itu perlu pekerjaan yang selalu bisa memberi mereka penghasilan, misalnya punya kebun karet. Kebun karet adalah ATM di perdesaan. Pagi mereka menyadap karet, siangnya sudah dapat uang. Apakah susah memberikan kebun karet atau kebun Kopi pada warga Papua? Tanah luas, dana operasional ada dana Otsus ada dana lainnya. Buat pola Transmigrasi; tapi khusus orang lokal. Sediakan lahan @dua hektar, siapkan lahannya, buatkan rumahnya; sediakan bibit; sediakan obat hama dan berikan mereka kebutuhan hidup selama satu tahun. Didik mereka agar jadi petani Karet, petani Kopi yang baik. Maka mereka akan jadi tuan bagi diri mereka sendiri. Apakah Pemda tidak bisa membuatkan mereka modal seperti ini? Sementara untuk anak-anak mereka diberikan kartu pintar dan kartu kesehatan ala Jokowi. Sungguh membangun negeri ini sebenarnya tidaklah susah. Pemda bisa melakukan itu. Hanya saja pemda sering berpikirnya terlalu rumit dan terlalu jauh.

Menurut penelitian kalangan Missionaris di Papua, Kebun karet cocok untuk menjadi tumpuan hidup warga Papua asli. Berbeda dengan kebun sawit, sawit adalah tanaman industri yang pengelolaannya ikut pola dan disiplin yang tinggi. Mulai dari pemberian obat hama, penyiangan rumput, dan pemetikan hasil semua sudah harus sesuai jadwal. Kalau tidak bisa merawatnya sesuai jadwal maka hasilnya akan busuk. Hal seperti ini, tidak cocok bagi warga Papua yang umumnya masih tradisional dan “malas”.

Kebun karet lain, dia tahan banting dan umumnya mudah di rawat. Demikian juga dengan cara memanennya. Kalau pagi misalnya hari hujan, nanti agak siangan masih bisa “menyadap” karetnya. Pengolahan hasilnya juga hampir tidak membutuhkan ketrampilan khusus. Siapapun bisa melakukannya. Itulah yang dilakukan Modestus  Kosnan (48) meski terlihat berpeluh di bawah terik mentari membalik-balik lembaran karet putih yang dijemur disamping rumahnya, tapi ia senang. “Syukur hari ini tak hujan. Saya bisa menjemur karet sampai kering,” katanya. Modestus adalah salah satu warga Erambu yang berkebun karet. Karet selama ini menjadi sumber penghasilan utama bagi Modestus dan keluarganya.

Atau cobalah ke daerah-daerah penghasil Kopi di Papua, Anda akan tahu bahwa sebagaian warga Papua sudah trampil berkebun Kopi dan punya penghasilan dari sana. Misalnya kopi Baliem[2] atau Kopi Wamena. Jelasnya di Papua  terdapat beberapa daerah  kopi dan sudah dikembangkan sejak jaman Belanda. Ada juga Kopi Timika yang tersebar di wilayah suku Amungme yakni di daerah Hoea, Tsinga, Utekini, dan Aroanop.  Juga ada Kopi Nabire. Kopi Nabire lebih banyak tersebar di daerah Paniay dan Deiyai. ada lagi kopi Arfak dan Kebar di Manokwari dan Kopi Kaimana. Kopi berikutnya adalah Kopi Dogiyai, biasanya ditanam di sekeliling lembah Kamuu yang berada di pegunungan Mapia, di Kabupaten Dogiyai. dikenal sebagai biji kopi dogiyai, atau ‘Kopi Moanemani’.  Bisa dibayangkan kalau Pemda mempunyai program kerja yang bisa mempasilitasi agar warga Papua bisa punya kebun Kopi.

Strategi Adaptasi Pembangunan

Menganalisa lebih jauh tentang “strategi adaptasi” dalam konteks warga Papua di perbatasan, di pedalaman yang ada saat ini, maka penguatan kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) menjadi salah satu hal mendasar yang perlu diprioritaskan. Agenda penguatan kapasitas SDM dalam “strategi adaptasi” ini akan menopang terwujudnya keunggulan dari masyarakat maupun daerahnya khususnya perbatasan dan pedalaman. Kalau hal itu yang dibicarakan, maka peran pendidikan dan pelatihan menjadi sebuah titik konsentrasi yang fundamental untuk dikembangkan. Pendidikan yang mereka butuhkan, bukanlah pendidikan formal biasa seperti yang sudah kita kenal, tetapi pendidikan yang bisa membarikan mereka Kebun, bisa membuat mereka kemampuan untuk mengelolanya dan bisa memasarkan hasilnya, hingga mereka bisa hidup dari karyanya.

Pendidikan seperti itu menjadi pilar utama dengan pemamfaatan teknologi Tepat Guna menjadi suatu pilihan yang mampu membekali SDM perbatasan, pedesaan pedalaman. Pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk pembukaan kebun karet, kopi atau Sagu seara tuntas sehingga mereka mampu mengelolanya. Dipercaya melalui pendidikan seperti ini, SDM perbatasan, pedesaan pedalaman diproyeksikan untuk mampu membangun diri dan daerahnya sendiri di mana nantinya dapat mendukung proses perwujudan kemandirian yang diagendakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah. Teknologi tepat guna di tengah budaya peramu bisa di contohkan seperti berkebun karet rakyat, berkebun Pinang dan mengolah Pohon Sagu. Untuk agenda pendidikan ini, ada dua opsi yang perlu dijadikan pertimbangan, di mana di antaranya adalah pengembangan pendidikan yang berorientasi kepada kearifan lokal yang berlaku. Bisa juga dengan mengirimkan SDM ini untuk belajar di luar daerahnya ke Pemda tetangganya yang sudah lebih manu. Sehingga mereka bisa merasakan sendiri manfaatnya.

Baca   Juga   : BumDes & BumNas Sinergis Rakyat Sejahtera

Balada orang Papua  menjadi PENDATANG BARU DIATAS TANAHNYA Sendiri sebenarnya adalah bagian dari proses adaftasi itu sendiri. Hampir semua warga pribumi mengalami hal seperti itu. Hal serupa itukita bisa temui di Jawa pada awal tahun 70 an, yang lebih dikenal denganistilah “Ali Baba”. Maknanya yang punya adalah Ali (pribumi) tapi yangmengoperasikannya adalah Baba (pendatang, turunan tionghoa). Hal seperti ituterjadi juga di Malaysia Dll. Persoalan yang satu ini cukup rumit bagi siapapun di Papua Kita bisa lihat contoh, bahwa beberapa pasar yang sudah dibangun di sana, setelah selesai kemudian sering terjadi tidak berfungsi sama sekali. Lalu ada juga pasar yang sudah dibangun itu, tetapi sama sekali tidakmengakomodir masyarakat asli Papua. Lalu mereka mengatakan bahwa  “mereka menjadi pendatang baru di atas tanahnya sendiri”. Padahal, awalnya mereka punya toko, mereka memang diberi jatah; tetapi kemudian tidak punya modal dan tidak punya kemampuan; kemudian Toko pindah tangan dengan cara illegal, mereka menjualnya,mereka dapat uang tapi kemudian tersisih.

Hal lain yang menarik dengan Papua adalah “Budaya Proposal”. Pernah dengar Budaya Proposal Ala Papua[3]. Budaya Apapula itu? Inilah salah satu sisi lain yang memprihatinkan. Mari kita dengarkan penuturan Gubernur Papua Lukas Enembe SIP, MH. Menurutnya  masyarakat Papua masih hidup dalam kemiskinan dan ketergantungan, mereka belum bisa menolong dirinya sendiri.  Kemampuan mereka hidup sangat bergantung dari kebijakan pemerintah baik pusat, maupun daerah dalam hal ini provinsi dan kabupaten/kota.

Perubahan baru yang sangat merisaukan adalah “ cara hidup masyarakat Papua hidup dengan budaya proposal ”. Budaya proposal sudah menjadi budaya baru, “sehingga setiap ganti kepemimpinan pasti selalu memiliki pengalaman yang sama. Karena itu, beberapa waktu lalu saya telah membakar kurang lebih 20 ribu proposal yang telah dimasukan ke Pemerintah Provinsi Papua[4]. Gubernur menuturkan, keputusannya untuk membakar seluruh proposal tersebut  sudah melalui perang bathin yang luar biasa dalam hatinya, Gubernur berdoa pada Tuhan meminta kekuatan agar dapat menyelamatkan masyarakat Papua sehingga mereka terbebas dari rasa ketergantungan yang tinggi terhadap kebijakan pemerintah, yang pada akhirnya akan menyusahkan dan melemahkan kekuatan dirinya. ‘’Keinginan saya adalah masyarakat Papua dapat keluar dari ketergantungan terhadap kebijakan pemerintah, menggali dan mengelola potensi yang ada pada mereka dan sekitar mereka agar dapat bermanfaat bagi kehidupann mereka,’’ Ujarnya waktu itu. Budaya Proposal ini telah membuat ketergantungan dan pengharapan kepada pemimpinnya dengan cara yang kurang mendidik, Karena memang tidak lebih dari “memintak belas kasihan”, meminta sumbangan demi kepentingan keluarga dan diri pribadi kepada Putra daerah yang jadi Pemimpin mereka. Mereka merasa karena dukungannya maka sang peminpin akan hidup senang dan jadi peminpi mereka. Tentu tidak ada salahnya memintak bantuannya.

Seperti yang dikatakan Enembe, berat memang untuk mengubah kultur Papua yang kesemuanya penuh ketergantungan, tapi sang Gubernur tetap akan bekerja keras selama masa kepemimpinannya agar masyarakat Papua dapat Bangkit dan Mandiri serta Sejahtera. Harapan ini tidak muluk-muluk sebab banyak langkah konkrit dan strategis yang sedang  diperjuangkan dan laksanakan sesuai dengan visi misi Gubernur Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera. “Sang Gubernur selalu mengingatkan kepada semua komponen masyarakat di Papua, baik aparatur pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, adat serta komponen lainnya untuk selalu bekerja dengan hati, dengan penuh kerendahan serta jujur maka Tuhan akan memberkati masyarakat dan tanah Papua.

[1] Saya lalu ingat klipping saya tentang kemis kinan di Papua. Pada tahun 2008 ada wawancara wartawati Jubi Angle Flassy dengan Dr Dirk Veplum, MS . Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cendera wasih tentang bagaimana karakter kemiskinan di tanah Papua dan hemat saya masih relevan untuk dipergunakan melihat kemiskinan di Papua saat ini.

[2] https://www.omiyago.com/kopi-nusantara/550-omiyago-kopi-papua-baliem-100-gr

[3] Disebut Budaya Proposal, biasanya dalam setiap muncul kepeimpinan Baru (Gubernur, Bupati,Walikota) maka banyak warga (yang merasa “dekat” dengannya) mengajukan proposal untuk membangun sesuatu, bisa untuk ternak babi, bisa untuk menyekolahkan anak, bisa untuk memperbaiki rumah dll jumlah proposal itu bisa mencapai 20 ribuan.

[4] Ungkap Gubernur dalam sambutan tertulis yang disampaikan Asisten Bidang Umum Sekda Papua, Recky Ambrauw, pada pembukaan Musyawarah Daerah I Jaringan Aksi Perubahan Indonesia (JAPI), Rabu (2/10/2013) di Diklat Sosial Abepura waktu itu.